Sunday, July 9, 2017

Pengamalan Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari

          Dalam kehidupan sehari-hari, sebagai warga Negara Indonesia kita harus mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai kehidupan kita.

1.      Pancasila ke satu : Ketuhanan Yang Maha Esa
            Pengamalan pancasila yang pertama dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.      Percaya serta takwa pada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Saling menghargai dan menghormati antar keyakinan agama
3.      Saling menghormati kebebasan dalam beribadah
4.      Tidak memaksakan agama kepada orang lain yang menganut keyakinan yang berbeda.

2.      Pancasila ke-dua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Pengamalan pancasila ke-dua dapat diwujudkan dalam beberapa hal seperti :
1.      Mengakui persamaan derajat, hak , serta kewajiban antar sesame manusia
2.      Saling mencintai sesama umat manusia
3.      Saling mengembangkan sikap tenggang rasa
4.      Tidak berlaku semena-mena terhadap orang lain
5.      Menjunjung tinggi nilai kebersamaan
6.      Melakukan aksi tolong-menolong serta kegiatan kemanusiaan
7.      Berani membela kebenaran dan keadilan
8.      Mengembangkan sikap saling menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain karena bangsa indonesia merupakan bagian dari seluruh umat manusia

3.      Pancasila ke-tiga : Persatuan Indonesia
            Wujud pengamalan pancasila ke-3 adalah :
1.    Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, serta keselamatan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi, serta golongan
2.    Rela berkorban demi kepentingan bangsa, dan Negara
3.    Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia
4.    Memajukan kekuatan bangsa dalam persatuan dan kesatuan bangsa yang Bhineka Tunggal Ika

4. Pancasila ke-Empat : Kerakyakan yang Dipimpin oleh Hikmat dan Kebijaksanaan dan Permusyawatan dan Perwakilan
1.      Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat
2.      Tidak memaksakan kehendak pada orang lain
3.      Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk  kepentingan bersama
4.      Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan
5.      Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah
6.      Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur
7.      Pengambilan keputusan tang didasarkan atas tanggung jawab secara moral kepada Tuhan yang Maha Esa, menjunjung tinggi, harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

5.Sila ke-Lima : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Penerapan sila ke-lima adalah sebagai berikut :
1.      Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur dengan mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong royongan
2.      Bersikap adil
3.      Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
4.      Menghormati hak-hak orang lain
5.      Suka memberi pertolongan kepada orang lain
6.      Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain
7.      Tidak bersifat boros serta bergaya hidup mewah
8.      Tidk melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan orang lain
9.      Bekerja keras serta menghargai hasil orang lain
10.  Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial


2.5 Manfaat pengamalan Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-Hari

Pancasila pada hakekatnya merupakan sistem nilai (Value System) yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur dan kebudayaan bangsa Indonesia, yang berakar dari unsur-unsur kebudayaan secara keseluruhan terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Proses terjadinya Pancasila melalui suatu proses yang disebut kausa materialism karena nilai-nilai Pancasila sudah ada dan merupakan suatu realita yang hidup sejak jaman dulu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan yang diyakini kebenarannya itulah yang menimbulkan tekad bangsa Indonesia untuk mewujudkannya dalam sikap dan tingkah laku serta perbuatannya (Kaelan, 2007).
Nilai – Nilai yang terdapat pada Pancasila mengandung moral, nilai-nilai yang luhur serta budaya Bangsa Indonesia yang berharga, baik, berguna, sarat dengan makna, isi, pesan, semangat, serta jiwa yang tersurat serta tersirat dalam fakta, konsep, dan teori dengan makna secara fungsional yang  diamalkan dalam kehidupan sehari-hari maka dapat memberi manfaat bagi seluruh warga Indonesia untuk mengarahkan, menentukan, dan mengendalikan kelakuan seseorang ( Winarno, 2007). Selain itu, dengan adanya pengamalan nilai-nilai pancasila pada kehidupan sehari-hari, maka kita selaku Warga Negara Indonesia akan terbentuk sebagai warga Negara yang mampu memahami dan melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk tampil lebih baik, cerdas, terampil, serta berkarakter sejalan dengan amanat Pancasila serta UUD 1945 yang dapat mempertahankan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (Rahmawati, et al., 2007).
Pengamalan nilai-nilai Pancasila memiliki peranan penting dalam membentuk mental, sikap, serta moralitas siswa sehingga dapat tercipta generasi penerus bangsa yang berkualitas demi kemajuan bangsa. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Rahmawati et al (2007), dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila yang terdapat pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada SMP Negeri 7 Malang, menyatakan bahwa siswa-siswi mampu memahami isi, dan arti penting nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sehingga mudah menerapkan seluruh nilai-nilai Pancasila dalam segala aspek pada kehidupan sehari-hari termasuk salah satunya adalah terlihatnya perubahan dalam tingkah laku siswa-siswi.
Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006, adanya pengamalan nilai-nilai pancasila mampu membentuk siswa menjadi warga negara yang baik, mampu berpikir kritis, rasional, dan kreatif, mau berinteraksi dan bertanggungjawab di segala bidang kegiatan, dapat mengembangkan diri secara positif, bisa memahami dan melaksanakan hak dan kewajibannya secara santun, jujur, dan demokratis dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Kaelan dan Achmad Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta :Paradigma
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Sistem Pendidikan Nasional 
Rahmawati, Ita., Arbaiyah Prantiasih, dan Moch Yudi Batubara. Implementasi Pembelajaran Nilai-Nilai Pancasila Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Kelas VIII SMP Negeri 7 Kota Malang. 2007.
Winarno. 2007. Paradigma baru Pendidikan Kewarganegaraan (volume 2). Jakarta: Bumi Aksara

Syarat-Syarat Potensial Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)

Syarat-Syarat Potensial Budidaya
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)

MAKALAH
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manajemen Marinkultur
yang dibina Bapak Prof. Ir. Marsoedi, P.hD
Kelas B05

Oleh:
Yuni Setyaningrum W.          (135080500111038)
Sayang Ananda Fitri             (135080500111044)
Khairini Anwar                       (135080500111046)
Anggun Kurnia Putri               (135080500111047)
Nursyahfira Putri                   (135080500111048)




BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
Juni 2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) atau dikenal juga dengan nama udang putih adalah salah satu komoditas budidaya yang menguntungkan di Indonesia. Karena udang ini memiliki daya tahan tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan udang windu yang sempat booming di Indonesia. Komoditas udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan Amerika Latin. Udang ini dibudidayakan mulai dari pantai Barat Meksiko kearah selatan hingga daerah Peru. Sejak 4 tahun terakhir, budidaya udang ini mulai merebak dengan cepat di kawasan Asia, seperti Taiwan, Cina, dan Malaysia, bahkan kini di Indonesia (Haliman, 2007 dalam Chusnul et al., 2010).
Udang vannamei resmi diizinkan masuk ke Indonesia melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. 41/2001, dimana produksi udang windu menurun sejak 1996 akibat serangan penyakit dan penurunan kualitas lingkungan. Pemerintah kemudian melakukan kajian pada komoditas udang laut jenis lain yang dapat menambah produksi udang selain udang windu di Indonesia. Posisi Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa dengan musim hujan dan kemarau yang tetap, menyebabkan Indonesia mampu memproduksi udang vannamei sepanjang tahun. Produksi tersebut disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik lahan masing-masing. Udang vannamei pada awalnya dianggap tahan terhadap serangan penyakit. Namun dalam perkembangannya, udang vannamei juga terserang WSSV (White Spot Syndrome Virus), TSV (Taura Syndrome Virus), IMNV (Infectious Myo Necrosis Virus), vibrio, dan penyakit terbaru yaitu EMS (Early Mortality Syndrome). Untuk itu perlu dilakukan pencegahan dan pengendalian dengan penerapan budidaya ramah lingkungan (Badrudin, 2014).
Menurut Davis et al. (2004), udang putih Pasifik (Litopenaeus vannamei) adalah spesies pilihan industri budidaya udang di belahan bumi barat. Spesies ini ditemukan di perairan dengan kisaran salinitas yang lebar (1-40 ppt). Toleransi yang tinggi dari L. vannamei ke salinitas rendah dan ketersediaan sepanjang tahun sehat pasca-larva (PL) membuat spesies ini menjadi kandidat yang sangat baik untuk budidaya di daratan. Udang vannamei menijah di perairan yang bersalinitas rendah dan setelah dewasa kembali ke perairan yang bersalinitas tinggi.
Untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal, budidaya udang ini haruslah memenuhi beberapa syarat-syarat potensial yang baik bagi budidaya. Diantaranya adalah pemilihan bibit udang yang baik, pemilihan lokasi tambak yang baik, sarana dan prasarana yang mendukung, serta kualitas air yang harus dikontrol agar menjadi lingkungan hidup yang mendukung tumbuh kembang udang dan terhindar dari virus.

1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari makalah ini adalah:
1.    Bagaimanakah klasifikasi, morfologi, habitat dan kebiasaan udang vaname (Litopenaeus vannamei)?
2.    Bagaimanakah potensi dan keunggulan dari  udang vaname (Litopenaeus vannamei)?
3.    Bagaimanakah syarat budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei)?
4.    Bagaimanakah syarat lokasi budidaya (Litopenaeus vannamei)?

1.3  Tujuan
Tujuan yang dapat diambil dari makalah ini adalah:
1.    Mengetahui klasifikasi, morfologi, habitat dan kebiasaan udang vaname (Litopenaeus vannamei).
2.    Mengetahui potensi dan keunggulan dari  udang vaname (Litopenaeus vannamei).
3.    Mengetahui syarat budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei).
4.    Mengetahui syarat lokasi budidaya (Litopenaeus vannamei).


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Klasifikasi, Morfologi, Habitat dan Kebiasaan
Klasifikasi  udang  vaname (Litopenaeus  vannamei)  menurut  Haliman dan Adiwijaya (2005) dalam Zulkarnain (2011), adalah sebagai berikut :
Kingdom                :  Animalia
Sub Kingdom        :  Metazoa
Filum                     :  Arthropoda
Sub Fillum             :  Crustacea
Kelas                     :  Malacostraca
Sub Kelas              :  Eumalacostraca
Super Ordo           :  Eucarida
Ordo                      :  Decapoda
Sub Ordo              :  Dendrobranchiata
Famili                    :  Penaeidae
Genus                   :  Litopenaeus
Spesies                 :  Litopenaeus vannamei
 







                                         (Hudi dan Shahab, 2001)
·         Morfologi Eksternal
Umumnya   tubuh  udang  vaname  dibagi  menjadi  dua bagian,  yaitu bagian  kepala  yang  menyatu  dengan  bagian  dada  disebut Cephalothorax  dan  bagian tubuh sampai ekor disebut Abdomen. Cephalothorax terlindung oleh cangkang yang terbuat dari  chitin yang disebut carapace. Bagian ujung  cephalotoraxyang runcing dan bergerigidisebut  rostrum.  Udang  vannamei  memiliki  2  gerigi  di  bagian  ventral  rostrum sedangkan di bagian dorsalnya memiliki 8 sampai 9 gerigi. Tubuh  udang  vannamei  beruas-ruas  dan  tiap  ruas  terdapat  sepasang anggota badan yang umumnya bercabang dua atau  biramus. Keseluruhan ruas  badan  udang  vannamei  umumnya  sebanyak  20  buah.  Seperti crustacea lainya, udang memiliki bentuk tubuh simetris bilateral. Tubuhnya di lindungi oleh exoskeleton (cangkang luar) dan dibagi menjadi dua bagian yaitu : cephalothorax (salah satu bagian yang unik) dan perut (beberapa bagian yang diartikulasikan). Tubuhnya ditutupi oleh kerangka chitin kurang lebih mengandung kalsium karbonat. Organnya sangat fleksibel dalam artikulasi perut yang berguna untuk  memungkinkan adanya gerakan. Di bagian  kepala, terdapat antennules dan antena yang berfungsi sebagai  sensorik. Terdapat rahang dan dua pasang maksila membentuk struktur rahang seperti yang terlibat dalam menghancurkan makanan. Appendages  dari cephalothorax bervariasi berdasarkan bentuk dan fungsnya. Maxillipeds adalah yang pertama tiga pasang appendages, dimodifikasi untuk mengambil makanan dan lima pasang yang tersisa merupakan kaki jalan berjalan (pereopods). Terdapat Lima pasang kaki renang (pleopods) pada perut.
 










                                          (google image, 2015)

·         Morfologi Internal
Morfologi internal udang vannamei akan diuraikan dalam gambar selanjutnya. Penaeids dan arthropoda lainnya memiliki sistem peredaran darah terbuka. Sehingga darah dan sel darah masing-masing disebut hemolimf dan hemosit. Ruang terbuka dalam tubuh udang disebut  haemocoel yang mengandung hemolimf. Krustasea memiliki otot jantung pada punggung yang terletak di cephalothorax posterior. Otot ini pendek dan lebar, dan meruncing anterior dan posterior. Darah dipompa oleh jantung melalui kompleks array dari arteri hingga haemocoel. Melalui katup pembuluh hemolimf meninggalkan jantung dan bercabang beberapa kali sebelum hemolimf tiba di sinus yang tersebar di seluruh tubuh, di mana pertukaran zat berlangsung. Setelah melewati insang, kembali hemolimf dalam jantung dengan cara tiga bukaan non- katup terbuka lebar. Hemosit diproduksi di haematopoietictissue tersebut. Organ ini tersebar di cephalothorax, paling banyak di sekitar perut dan bagian  awal dari maxillipeds.
Sistem pencernaan dibagi menjadi bagian yang  kompleks, Terdapat kutikula berlapis wilayah foregut; kompakpencernaan (atau midgut) kelenjar pada awal wilayah midgut, diikuti oleh tubular panjang, sederhana; dan daerah kutikula-line mindgut, terutama terdiri dari rektum . Perut dan kerongkongan adalah bagian dari foregut. Perut terdiri dari jantung dan daerah pilorus. Dalam perut kutikulajantung diuraikan untuk membentuk sebuah pabrik lambung yang  kompleks dan rumit untuk menggiling makanan. Bagian posterior perut dan  jantung terdapatbagian perut kecil, perut pilorus yang berisi saringan, atau filter press, membuat setae ofcuticular. Dalam midgut terdapat hepatopancreas. Kelenjar pencernaan  ini  terdiri dari diverticula usus. Ruang antara tubulus hepatopancreatic ditempati oleh sinus hemolimf. Fungsi utama dari hepatopancreas adalah penyerapan nutrisi, penyimpanan lipid dan produksi enzim pencernaan.
Sistem reproduksi pada krustasea adalah sebagai berikut. Jantan memiliki dua pasang appendages pada perut diubah pada segmen pertama dan kedua perut menjadi petasma yang memberikan sperma ke wadah eksternal betina yaitu thelycum yang terletak antara basis kaki berjalan kelima. Gonad (ovarium dan testis) berada di bagian struktur tubular di cephalothorax yang menghubungkan ke bagian luar dengan pelengkap seksual eksternal (thelycum dan petasma) melalui pairedgonoducts (saluran telur dan vasa deferentia).









                                          (google image, 2015)

Udang vanamae dapat ditemukan di perairan tropis dan subtropis di seluruh dunia dari koordinat  40 lintang utara hingga 40° lintang selatan. Udang dewasa bisanya ditemukan di kedalaman 180 m dan bisanya berhabitat di off-shore waters, sedangkan juvenilesnya biasanya berada di daerah terlindung dekat pantai. Litopenaeus vannamei berasal dari pantai pasifik Amerika, dari meksiko hingga peru, dimana dengan area bertemperatur normal lebih dari 200 C tiap tahunnya. Udang yang berhabitat di laut menyukai  dasar yang  berlumpur dengan  kedalaman dari garis pantai di bawah sekitar 72 meter. Saat ini tidak diketahui apakah ada suatu populasi yang terisolasi dengan adanya variasi  dari berbagai daerah dan kondisi lingkungannya.

Terdapat  berbagai sifat dan tingkah laku udang yang perlu diketahui  yaitu sifat nocturnal, sifat suka memangsa sesama jenis (kanibalisme) dan proses  ganti  kulit  (moulting). Sifat  nocturnal  merupakan  sifat  binatang  yang akan aktif mencari makan pada waktu malam hari, sedangkan pada siang hari  udang vannamei lebih suka beristirahat dengan cara  membenamkan  diri  di  dalam  lumpur  maupun  menempel  pada suatu benda yang terendam air. Sifat noctural ini sangat penting dipelajari karena dapat dipakai acuan pada sasat pemberian pakan pada udang. Proses moulting dan sifat kanimabilismenya perlu diwaspadai karena dapat menurunkan produksi budidaya. Hal ini disebabkan karena pada proses moulting udang menjadi lemah dan dapat menjadi mangsa udang yang lebih kuat dan dewasa. Oleh karena itu dalam pembesaran udang harus dipilih udang yang sam ukuranya dalam satu tempat.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bo Zhang (2011), penurunan tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang dalam budidaya intensif   dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah sifat kanibalisme, kualitas air dan sedimen. Faktor lainnya dapat berupa ketersediaan pakan dan ruang bagi udang. Kurangnya pakan yang diberikan dapat menicu terjadinya kanibalisme pada udang. Substrat dan kualitas air yang tidak terkontrol dapat mengandung banyak bahan organik yang jika terdengradasi dapat menyebabkan toksik pada udang. Sehingga untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang di perlukan kualitas air yang baik dan ketersediaan pakan yang mencukupi bagi udang serta sediment yang baik bagi budidaya udang.

2.2  Potensi dan Keunggulan
Berdasarkan potensi perikanan yang dimiliki, industri perikanan Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Kegiatan perikanan tangkap lebih ditekankan pada usaha penangkapan di laut, sedangkan pengelolaan perikanan budidaya lebih ditekankan pada kegiatan di perairan payau, perairan tawar, dan perairan pantai. Komoditas yang banyak dibudidayakan antara lain: udang, ikan bandeng, nila, kerapu, dan rumput laut (DPK, 2002 dalam Yasin, 2013).

Tabel 1. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Udang Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Ekspor, Tahun 2005-2011
Pasar ekspor udang Indonesia meliputi Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara Uni Eropa. Selama ini negara tujuan utama ekspor udang Indonesia adalah Jepang sekitar 60 persen dari total ekspor. Pada tahun 1998 Jepang mengimpor udang 238.900 ton, dan Indonesia sebagai pemasok utama dengan pangsa pasar 22,48 persen. Adapun volume dan nilai ekspor udang Indonesia sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2007, secara terinci dapat dilihat pada Tabel 1.1
Di antara produk perikanan dan kelautan, udang merupakan komoditas primadona yang berpotensi ekspor dan menghasilkan devisa bagi negara. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan (2008), bahwa lebih dari 50 persen devisa dari sektor perikanan berasal dari komoditas udang (dari berbagai jenis). Namun demikian, komoditas ini sering mengalami pasang surut, baik produksi maupun pemasarannya.
Kehadiran varietas udang vaname tidak hanya menambah pilihan bagi petambak, tetapi juga menopang kebangkitan usaha budidaya udang di Indonesia dan diharapkan dapat membuat investasi di bidang pertambakan udang bergairah kembali. Udang vaname merupakan komoditas pengganti udang windu yang sensitif terhadap beberapa jenis virus. Bila kondisi tambak di Indonesia sudah normal (bebas serangan virus bintik putih), udang windu akan dibudidayakan kembali, karena udang windu merupakan andalan ekspor Indonesia tiga dasawarsa terakhir (Haliman et al., 2006 dalam Yasin, 2013).

Udang ini memiliki keunggulan seperti kebutuhan akan protein yang terkandung dalam pakan relatif rendah, toleran terhadap perbedaan suhu air yang luas (eurythermal), toleran terhadap kandungan oksigen yang relatif rendah, dapat matang gonad di dalam tambak, udang ini juga memiliki pertumbuhan yang cepat, cenderung lebih bebas penyakit patogen yang spesifik dan biaya produksi lebih rendah dibandingkan udang windu. Tingginya harga dan permintaan pasar luar negeri membuat komoditi ini harus mampu bersaing di pasaran seperti harus memenuhi persyaratan eco/green label status, memiliki kriteria safety food yaitu produk harus bebas dari logam berat, bakteri dan residu hormon dan antibiotik. Kualitas ini dipengaruhi oleh lingkungan tempat hidup dari udang tersebut, yang diawali dari usaha budidaya. Untuk mendukung hal tersebut perlu dilakukan kajian mengenai keberlanjutan budidaya Udang Vaname yang ditinjau dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan (Sitorus, 2013).
Menurut Hudi dan Shahab (2005), Litopenaues vannamei atau dikenal dengan nama udang vaname merupakan varietas baru yang memiliki sejumlah keunggulan, antara lain lebih resisten/tahan terhadap penyakit dan kualitas lingkungan yang rendah, padat tebar cukup tinggi, waktu pemeliharaan lebih pendek yakni sekitar 90-100 hari per-siklus. Resistensi terhadap penyakit dan kualitas lingkungan hidup yang rendah terkait dengan ketahanan hidup (survival) udang terhadap kontaminan organik dan anorganik, dimana dia masih bertahan hidup secara normal hingga umur layak konsumsi. Lingkungan hidup udang meliputi tanah dan air tempat (habitat) hidup udang. Kelayakannya, ditentukan oleh derajat keasaman (pH), kadar garam (salinitas), kandungan oksigen terlarut, kandungan amonia, H2S, kecerahan air, kandungan plankton, dan lain-lain. Ketahanan hidup ini sangat menentukan dalam keberhasilan proses budidaya udang.

2.3  Syarat Budidaya
Untuk meningkatkan produksi udang secara maksimal, usaha budidaya udangmemerlukan manajemen kualitas air yang baik, yang mencakup pengondisian semua parameter kualitas air tambak agar nilai optimum bagi pertumbuhan udang dapat tercapai. Menurut Erlina (2006), dalam manajemen kualitas air, hal yang harus diperhatikan adalah pasokan air pada media budidaya, baik kualitas dan kuantitasnya.
Menurut Wiranto dan Hermida (2010), pengukuran kualitas air dapat dilakukan secara visual, yaitu dengan melihat kecerahan-warna air dan tinggi air, atau dengan menggunakan alat ukur kualitas air.Sifat fisika dan kimia air diamati seminggu sekali dengan pengambilan air sampel yang kemudian diamati di laboratorium. Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH di amati setiap hari sedangkan Amonia, nitrit, BOD, kecerahan air, bau, kepadatan bioflok diamati setiap dua minggu sekali.
Di antara semua parameter kualitas air tambak udang, oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman (pH) memegang peranan yang paling penting. Sampai saat ini, cara yang digunakan petambak untuk menjaga kadar DO dalam air adalah dengan menyalakan kincir-kincir yang tersebar di dalam tambak dan dijalankan secara terus-menerus, terutama bila sudah mendekati masa-masa panen. Sementara itu, penentuan nilai pH biasanya dilakukan dengan cara pengukuran secara manual dan berkala oleh operator menggunakan pH meter, yang tentunya sangat rawan terhadap terjadinya misinformasi dengan pemilik tambak.
Menurut Baliao dan Tookwinas (2002), disarankan air yang akan ditebari udang harus mempunyai kualitas sifat fisika kimia sebagai berikut:
Oksigen terlarut    : > 4 ppm
Ammonia  : < 0,1 ppm
Salinitas     : 25 - 30 ppt
pH : 7,5 - 8,5
Suhu          : 28 – 32°C
Alkalinitas  : > 80 ppm
Kecerahan : 35 - 45 cm
Warna air  : hijau kecoklatan

Berikut ini merupakan tabel kisaran parameter yang baik untuk kegiatan budidaya udang:
Tabel 1. Kisaran Kualitas Air untuk Budidaya Udang
(Atmomarsono et al., 2014)

Pemberian pakan yang berlebih pada budidaya udang secara intensif akan mengakibatkan penurunan kualitas air.  Menurut Garno (2004), rendahnya kualitas air akibat dari kelebihan pakan (bahan organik) dapat mendukung kehidupan mikroorganisme, termasuk penyakit udangseperti white spot syndrome virus (WSSV).
Masalah lingkungan dalam tambak udang terkait dengan proses pemilihan lokasi yang tidak dilaksanakan dengan cermat dan manajemen usaha budidaya yang tidak tepat, misalnya pengelolaan kualitas air, pemberian pakan, kuantitas dan kualitas kultivan dan kurangnya koordinasi antar petambak (Maulina et al., 2012). Masalah lingkungan ini dapat mengancam keberlanjutan usaha budidaya udang vaname itu sendiri.
Aklimasi salinitas pada media pemeliharaan benih merupakan kunci utama untuk menekan angka kematian. Perbedaan salinitas antara media pemeliharaan benih dan air tambak maksimum 3ppt lebih rendah atau lebih tinggi dari air tambak. Salinitas optimum untuk pemeliharaan udang antara 15 hingga 25 ppt. Untuk salinitas dibawah 15 ppt, aklimasi benih dapat dilakukan lebih rendah maksimum 3 ppt dari salinitas air tambak. Media pemeliharaan benih udang umumnya dengan dengan salinitas 28-30 ppt. Penurunan salinitas lebih baik dilakukan di bak pemeliharaan benih yang dimulai setelah larva udang berumur 10-12 12 (PL10-PL12) dengan penambahan air secara bertahap sebesar 2-3 ppt perhari hingga salinitas media air 15 ppt. Penurunan salinitas media benih selanjutnya dilakukan secara bertahap 1-2 ppt hingga salinitas yang sesuai dengan salinitas air tambak. Secara umum untuk aklimasi salinitas media benih menjadi 2 ppt diperlukan waktu sekitar 15 hari atau benuh berukuran tokolan (PL25). Oleh karena itu sebelum melakukan aklimasi penurunan salinitas juga sudah diperhitungkan kepadatan jumlah benih dalam bak. Setelah salinitas disesuaikan dengan salinitas air tambak, dilakukan pemanenan dan transportasi ke tambak. Pada proses transportasi dilakukan dengan penurunan suhu media hingga 240C agar benih tidak aktif untuk menghindari kanibalisme. Setelah sampai tambak dilakukan adaptasi suhu sesuai dengan suhu air tambak dengan cara mengapungkan kantong benih pada air tambak. Setelah sehu naik sama dengan air tambak yang ditandai benih udang mulai aktif bergerak dilakukan penenyebaran dengan menuang benih dalam air tambak.
Untuk memenuhi kriteria kualitas kualitas air yang baik, maka air yang diambil dari saluran penyedian air dilakukan dengan cara memompa air dan ditampung dengan petak reservoir yang dilengkapi dengan biofilter, berupa ikan bandeng. Setiap penambahan air baru dari sumber air harus dilakukan sterilisasi dengan kaporit dan telah melaui biofilte. Parameter kualitas air yang penting yang dilakukan pengendalian adalah kepadatan plankton dipertahankan pada kecerahan 35-45 cm dengan warna air hijau muda, coklat muda, hijau kecoklatan. Oksigen terlarut pada air di dasar tahan dipertahankan minimal 3,5 ppm selama pemeliharaan dengan pengguanaan kincir. Alkalinitas dipertahankan berkisar 90-140 ppm. Nilai pH air berkisar 7,8-8,5. Kedalaman air minimal 60 cm dan bahan organic terlarut minimal 150 ppm (LamonganKab).

2.4  Syarat Lokasi Budidaya
Menurut Badrudin (2014), berikut adalah syarat pemilihan lokasi budidaya udang vaname yang baik.
1. Pemilihan Lokasi
- Dekat dari sumber air, baik berasal dari sungai atau dari laut dan bebas dari banjir dengan jumlah cukup selama proses budidaya. Sumber air tidak tercemar dan berkualitas bagus.
- Tidak melakukan pengambilan air tanah untuk pengairan tambak, yang dapat menyebabkan intrusiair asin ke dalam akuifer air tawar, serta runtuhnya tanah permukaan.
- Terdapat jalur hijau yang memadai. Penanaman mangrove di saluran air untuk menetralisir pencemaran. Penanaman mangrove di pematang juga akan memperkuat tekstur pematang. Penanaman mangrove disesuaikan dengan jenis tanah dan mangrove.
- Tekstur tanah yang baik yaitu liat berpasir, dengan fraksi liat minimal 20% agar tanah tidak porous (dapat menahan air).
- Memastikan tanah tidak mengandung pyrit/zat besi. Pyrit ditandai munculnya warna kuning keemasan yang berlebihan pada tanah.
- Kandungan pyrit diatasi dengan cara reklamasi, yaitu melakukan pengeringan, pembalikan dan pencucian tanah, serta pembuangan air secara berulang. Untuk reklamasi tanah tambak secara total dilakukan dengan pengeringan selama berbulan-bulan, pembalikan dan pencucian berkali-kali. Tidak perlu pemberian kapur. Reklamasi tidak dilakukan pada musim hujan.
- Kemudahan akses transportasi akan mendukung kesuksesan budidaya.

2. Desain, Tata Letak, dan IPAL
-Ketinggian pematang sebaiknya 2,5 m dengan lebar 1,5 - 2 m. Dengan konstruksi tersebut, pematang mampu menampung air dengan kedalaman sekitar 1 m serta memungkinkan untuk penanaman mangrove di pematang.
-Ukuran luasan petak (muka air) tambak umumnya 0,3 - 0,5 ha, berbentuk segi panjang atau bujur sangkar. Ukuran petakan tambak diupayakan tidak terlalu besar untuk memudahkan pengawasan dan pemeliharaan. Terdapat sistem pemasukan air (inlet) dan pengeluaran air (outlet) secara terpisah.
-Pemasukan dan pengeluaran air dapat didukung dengan penggunaan pipa dan atau bantuan pompa. Sistem tersebut adalah tandon inlet dan tandon IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) untuk monitoring kualitas air yang masuk dan keluar.

Pemilihan lokasi budidaya yang baik dan cocok memegang peranan penting dalam keberhasilan budidaya. Lokasi untuk mendirikan usaha budidaya udang di tentukan setelah dilakukan studi atau analisis terhadap data atau informasi tentang topografi lahan, tanah, sumber pengairan, ekosistem (hubungan lingkungan dengan kehidupan flora atau fauna) dan iklim atau meteorology. Usaha budidaya yang ditunjang data tersebut memungkinkan dibuat suatu desain dan rekayasa perkolaman yang mengarah ke ekonomi yang berkaitan dengan harga dan keadaan social ekonomis.
Dalam budidaya perairan (akuakultur) khususnya udang, produksi merupakan fungsi dari biota, lingkungan dan pakan. Keberhasilan budidaya udang ditentukan oleh biota yang mempunyai toleransi besar terhadap perubahan atau fluktuasi lingkungan, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, serta responsif terhadap pakan yang diberikan. Keberhasilan suatu budidaya merupakan derajat kelangsungan hidup dan bobot rata-rata individu yang tinggi sehingga diperoleh produksi yang maksimal.
Primavera (2006) menyatakan pemilihan lokasi budidaya harus memperhatikan beberapa factor agar budidaya ramah lingkungan dan usaha  budidaya berkelanjutan. Kriteria lokasi budidaya meliputi faktor-faktor fisik standart seperti pasokan air, rezim pasang surut, topografi, kualitas tanah dan iklim serta kemampuan lingkungan untuk menyerap limbah.Kerapatan dari ikan/udang yang dibudidayakan di tambak, hal ini berhubungan dengan limbah yang dihasilkan dari usaha budidaya sehingga limbah yang dibuang tidak melebihi kapasitas asimilasi lingkungan.
Sistem pengelolaan semi-intensif merupakan teknologi budi daya yang dianggap cocok untuk budi daya udang di tambak di Indonesia karena dampaknya terhadap lingkungan relatif lebih kecil. Selain kebutuhan sarana dan prasarana  produksi yang jauh lebih murah dibandingkan tambak intensif, yang lebih pokok dari sistem semi-intensif ini, yaitu memberikan kelangsungan produksi dan usaha dalam jangka waktu yang lebih lama (Adiwijaya et al., 2008).
Keberhasilan suatu budidaya ditentukan oleh manajemen pengelolaan kualitas perairan.Hal itu dikarenakan udang putih/vaname sangat sensitive terhadap lingkungan/media hidupnya. Udang vaname memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan kadar garam/ salinitas (euryhaline) dan perubahan suhu (eurythermal). Artinya dapat dibudidayakan dalam kisaran salinitas dan suhu dengan rentang yang lebar, dengan teknik/ prosedur aklimatisasi tertentu.Tetapi  pada pH yang tinggi dapat menyebabkan daya hisap O2 pada kulit udang  berkurang, nafsu makan berkurang, dan pengeroposan kulit. Rentan terjadi pada udang berumur > 2 bulan (Simajuntak, 2014).
Dalam memilih lokasi pemilihan untuk budidaya terdapat beberapa syarat dan desain untuk tempat atau media hidup ikan. Diantaranya lokasi yang di pilih mudah untuk mendapat sumber air, baik  dari air tawar maupun air laut. Lokasi yang di pilih tidak jauh dari lahan mangrove sehingga bahan pencemar yang akan mencemari tempat budidaya diserap dan dimanfaatkan oleh mangrove. Kemudian tanah tidak mengandung bahan pencemar seperti zat–zat yang dapat membunuh udang vannamei.
Hal di atas sesuai dengan pernyataan Badrudin (2014), pemilihan lokasi yang tepat terdapat beberapa faktor, diantaranya adalah :
•     Dekat dari sumber air, baik berasal dari sungai atau dari laut dan bebas dari banjir dengan jumlah cukup selama proses budidaya. Sumber air tidak tercemar dan berkualitas bagus.
•     Tidak melakukan pengambilan air tanah untuk pengairan tambak, yang dapat menyebabkan intrusiair asin ke dalam akuifer air tawar, serta runtuhnya tanah permukaan.
•     Terdapat jalur hijau yang memadai. Penanaman mangrove di saluran air untuk menetralisir pencemaran. Penanaman mangrove di pematang juga akan memperkuat tekstur pematang. Penanaman mangrove disesuaikan dengan jenis tanah dan mangrove.
•     Tekstur tanah yang baik yaitu liat berpasir, dengan fraksi liat minimal 20% agar tanah tidak porous (dapat menahan air).
•     Memastikan tanah tidak mengandung pyrit/zat besi. Pyrit ditandai munculnya warna kuning keemasan yang berlebihan pada tanah. Kandungan pyrit diatasi dengan cara reklamasi, yaitu melakukan pengeringan, pembalikan dan pencucian tanah, serta pembuangan air secara berulang. Untuk reklamasi tanah tambak secara total dilakukan dengan pengeringan selama berbulan-bulan, pembalikan dan pencucian berkali-kali. Tidak perlu pemberian kapur. Reklamasi tidak dilakukan pada musim hujan.- Kemudahan akses transportasi akan mendukung kesuksesan budidaya.

Sedangkan desain yang yang digunakan memiliki ketinggian pematang 2,5 m dengan lebar tidak lebih dari 2 m dan tidak kurang dari 1,5 m, sehingga pematang mampu menampung air dengan kedalaman sekitar 1 m. Kedalaman tersebut merupakan kedalaman yang mampu menunjang kehidupan organisme secara optimal. Selain itu system resirkulasi yang baik, sehingga dapat mengurangi resiko kematian udang vannamei.
Hal ini sependapat dengan pernyataan Badrudin (2014), yang menyatakan bahwa desain tempat yang baik untuk mendukung pertumbuhan udang vannamei yang baik yaitu :
•     Ketinggian pematang sebaiknya 2,5 m dengan lebar 1,5 - 2 m. Dengan konstruksi tersebut, pematang mampu menampung air dengan kedalaman sekitar 1 m serta memungkinkan untuk penanaman mangrove di pematang.
•     Ukuran luasan petak (muka air) tambak umumnya 0,3 - 0,5 ha, berbentuk segi panjang atau bujur sangkar. Ukuran petakan tambak diupayakan tidak terlalu besar untuk memudahkan pengawasan dan pemeliharaan.
•     Terdapat sistem pemasukan air (inlet)dan pengeluaran air (outlet) secara terpisah.
•     Pemasukan dan pengeluaran air dapat didukung dengan penggunaan pipa dan atau bantuan pompa.
•     Sistem tersebut adalah tandon inletdan tandon IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) untuk monitoring kualitas air yang masuk dan keluar.
Tabel 1. Persyaratan minimal parameter kualitas lokasi/lahan
                       Tabel 2. Persyaratan minimal paramater kualitas air pasok
                      

Pemilihan lokasi  tambak sangat penting untuk menentukan bisa dan tidaknya suatu lokasi dibangun pertambakan. Salah satu penialain yang diperlukan untuk menentukan hal tersebut adalah :
a. Topografi
Topografi cukup significan untuk dijadikan ukuran tingkat kerataan lahan, daerah yang memupunyai topografi bergelombang perlu dipertimbangkan untuk diratakan apabila akan dijadikan lahan pertambakan, karena akan menyangkut cost untuk land clearing. Walaupun pada umumnya lokasi diwilayah pantai jarang ditemukan dengan topografi bergelombang, namun ada di beberapa tempat terdapat lahan dengan topografi bergelombang.Untuk mengetahui topografi, (gambar 1).









Gambar 1. Contoh peta kontur lokasi calon tambak
Sedapat mungkin, lokasi tambak harus mempunyai contur yang relatif rata, sehingga memudahkan dalam pengerjaan pembuatan tambak dengan cost yang relatif lebih murah. Selain itu, topograi sangat berkaitan dengan letak ketinggian lokasi dengan pasang surut. Semakin tinggi letak lokasi tetrhadap pasang surut, akan membutuhkan effort lebih, khususnya berkaitan dengan cost pemindahan air.


b. Elevasi
Elevasi atau kemiringan lahan berkaitan dengan „kemampuan irigasi‟  untuk mencapai pada suatu tempat. Semakin tingi letak lokasi akan semakin susah dijangkau oleh pasang surut. Semakin landai letak lokasi, daerah yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan tambak akan semakin banyak (Gambar 2 & 3).


c. Kualitas Tanah
Tanah bagi kepentingan budidaya dapat dilihat dari  dua sisi, yaitu sebagai faktor fisik untuk dijadikan bangunan tambak; dan faktor kimia yang berkaitan dengan kesuburan.  Secara fisik yang perlu diperhatikan adalah: tekstur tanah, dimana hal ini berkaitan dengan kemampuan tanah untuk dibentuk menjadi tanggul sehingga mampu menahan tekanan air hingga ketinggian yang diinginkan. Secara garis besar, fraksi tanah „liat berpasir‟ merupakan bahan terbaik untuk dipertimbangkan menjadi tangul tambak (Badrudin, 2014)
d. Vegetasi
Vegetasi yang tumbuh disuatu tempat, khususnya diwilayah pantai dapat dijadikan indikator untuk menentukan kualitas tanah dan kepentingan pemilihan lokasi.Vegetasi yang tumbuh merupakan cerminan dari mineral tanah yang terkandung di sekitar lokasi tersebut.Wilayah mangrove memang merupakan daerah yang paling sesuai dijadikan tambak, karena terletak pada daerah intertidal atau peralihan. Namun pada daerah tertentu banyak ditumbuhi vegetasi nipah yang merupakan cerminan bahwa daerah  tersebut adalah daerah tanah asam. Jika ketemu daerah yang seperti ini sebaiknya tidak dipilih menjadi daerah pertambakan karena akan menuai segudang masalah.

Kawasan tambak untuk budidaya udang baik udang windu maupun udang vaname dengan salinitas rendah berada pada kawasan estuarine yaitu kawasan tambak yang masih terkena pengaruh iklim pantai. Kawasan tambak ini bisa berada hingga 30 km dari pantai tetapi masih ada pengaruhnya pasang surut air baik melalui sungai maupun saluran. Sebagai contoh kawasan ini adalah kawasan tambak di daerah Kabupaten Gresik dan Lamongan di sisi aliran Sungai Bengawan Solo. Pada musim kemarau, aliran air pasang pada Sungai Bengawan Solo masuk kedaratan hingga puluhan kilometer, sehingga menyebabkan salintas air payau sekitar 1-2 ppt. berdasrkan kajian di lapangan ternyata udang windu maupun vaname masih dapat hidup dan tumbuh pada tambak dengan salinitas air mencapai 1 ppt. Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah kadar garam air tambak yang rendah tersebut berasal dari dari kadar garam air laut yang terus mengalami penurunan atau pengenceran karena mendapat tambahan air tawar dari air hujan maupun air sungai. Kadar garam yang rendah pada tambak udang bukan berasal dari cara menambahkan garam krosok atau NaCl pada air tambak. Hal ini diduga penambahan garam krosok untuk menaikan kadar garam pada media air untuk budidaya udang, tidak cukup melengkapi kebutuhan anion dan kation yang diperlukan untuk kehidupan dan pertumbuhan udang
















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:
-       Komoditas udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan Amerika Latin. Udang ini dibudidayakan mulai dari pantai Barat Meksiko kearah selatan hingga daerah Peru. Sejak 4 tahun terakhir, budidaya udang ini mulai merebak dengan cepat di kawasan Asia, seperti Taiwan, Cina, dan Malaysia, bahkan kini di Indonesia.
-       Udang vannamei resmi diizinkan masuk ke Indonesia melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. 41/2001, dimana produksi udang windu menurun sejak 1996 akibat serangan penyakit dan penurunan kualitas lingkungan.
-       Keunggulan udang vaname adalah kebutuhan akan protein yang terkandung dalam pakan relatif rendah, toleran terhadap perbedaan suhu air yang luas (eurythermal), toleran terhadap kandungan oksigen yang relatif rendah, dapat matang gonad di dalam tambak, udang ini juga memiliki pertumbuhan yang cepat, cenderung lebih bebas penyakit patogen yang spesifik dan biaya produksi lebih rendah dibandingkan udang windu.
-       Syarat kualitas air budidaya udang vaname adalah sebagai berikut:
Oksigen terlarut          : > 4 ppm
Ammonia                    : < 0,1 ppm
Salinitas                       : 25 - 30 ppt
pH                               : 7,5 - 8,5
Suhu                            : 28 – 32°C
Alkalinitas                    : > 80 ppm
Kecerahan                  : 35 - 45 cm
Warna air                    : hijau kecoklatan
-       Syarat tambak udang vaname adalah dekat dari sumber air, tidak melakukan pengambilan air tanah untuk pengairan tambak, terdapat jalur hijau yang memadai, Tekstur tanah yang baik yaitu liat berpasir, tanah tidak mengandung pyrit/zat besi, transportasi akan mendukung kesuksesan budidaya.
-       Desain, Tata Letak, dan IPAL adalah sebagai berikut; Ketinggian pematang sebaiknya 2,5 m dengan lebar 1,5 - 2 m, Ukuran luasan petak (muka air) tambak umumnya 0,3 - 0,5 ha, Pemasukan dan pengeluaran air dapat didukung dengan penggunaan pipa dan atau bantuan pompa.
-       Kriteria lokasi budidaya meliputi faktor-faktor fisik standart seperti pasokan air, rezim pasang surut, topografi, kualitas tanah dan iklim serta kemampuan lingkungan untuk menyerap limbah, kerapatan dari ikan/udang yang dibudidayakan di tambak.

3.2 Saran
            Saran yang diberikan adalah sebaiknya oembaca mencari referensi lain mengenai syarat potensial bagi budidaya udang vaname baik di buku, jurnal, artikel, maupun media internet.








DAFTAR PUSTAKA

Adiwijaya D, Sapto PR, Sutikno E, Sugeng, Subiyanto. 2003. Budidaya Udang Vaname(Litopenaeus vannamei) Sistem Tertutup yang Ramah Lingkungan. Jepara: Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara
Badrudin. 2014. Budidaya Udang Vannamei. Jakarta : WWF-Indonesia.
Baliao, D. D. dan Tookwinas, S. 2002. Manajemen Budidaya Udang yang Baik dan Ramah Lingkungan di Daerah Mangrove. Philippines: Aquaculture Department, Southeast Asian Fisheries Development Center.
Bo Zhang. 2011. Influence of the Artificial Substrates on the Attachment Behavior o Litopenaeus vannameiin the Intensive Culture Condition. International Journal of Animal and Veterinary Advances 3(1): 37-43.
Chusnil, D. Z., J. Januar dan D. Soejono. 2010. Kajian Sosial Ekonomi Usaha Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) di Desa Dinoyo Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan. 4(1): 15-23.
Davis, D. A., T. M Samocha and C. E. Boyd. 2004. Acclimating Pacific White Shrimp, Litopenaeus vannamei, to Inland, Low-Salinity Waters. SRAC Publication 2601.
Erlina, A. 2006. Kualitas Perairan di Sekitar BBPAP Jepara Ditinjau dari Aspek Produktivitas Primer sebagai Landasan Operasional Pengembangan Budidaya Udang dan Ikan. Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
Garno, Y. S. 2004. Pengembangan Budidaya Udang dan Potensi Pencemarannya pada Perairan Pesisir. J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 5 (3): 187-192.
Hudi, L. dan A. Shahab. 2005. Optimasi Produktifitas Budidaya Udang Vaname (Litopenaues vannamae) dengan Menggunakan Metode Respon Surface dan Non Linier Programming. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi II. 1-9.
João José Pereira Dantas da Rocha Lima. 2006. Experiments On The Effect Of Temperature On White Spot Syndrome Virus Infection In Litopenaeus Vannamei Shrimp. Thesis. Faculty Bioscience Engineering Unviesitiet Gent.
Lamongankab. BUDIDAYA UDANG PADA SALINITAS RENDAH, (http://lamongankab.go.id/instansi/perikanan/wp-content/uploads/sites/39/2013/07/budidaya-udang-pada-salinitas-rendah.pdf). Diakses pada 3 juni 2015 pukul 14:36 WIB.
Maulina, I., Asep, A. H. Dan Indah, R. Analisis Prospek Budidaya Tambak Udang di Kabupaten Garut. Jurnal Akuatika. 3(1): 49-62.
Primavera, J. H. 2006.Overcoming The Impacts Of Aquaculture On The Coastal Zone. Ocean dan Coastal Management .49 : 531–545
Ruswahyuni, A. Hartoko and S. Rudiyanti. 2010. Aplication of Chitosan for Water Quality and  Macrobenthic Fauna Rehabilitation in Vannamei Shrimp (Litopenaeus Vannamei) Ponds, North Coast  of Semarang, Central Java-Indonesia. Journal of Coastal Development  14(1): 1 – 10.
Simajuntak, A. 2014.Analisis Budidaya Udang Putih (Litopenaeus Vannamei) Dengan Pola Semi-Intensive.https://www.academia.edu/8875381/ANALISIS_BUDIDAYA_UDANG_PUTIH_Litopenaeus_vannamei_DENGAN_POLA_SEMI-_INTENSIVE_Studi_Kasus_di_Desa_Tanjung_Ibus_Kabupaten_Langkat (Studi Kasus di Desa Tanjung Ibus, Kabupaten Langkat ). Diakses pada 3 Juni 2015.
Sitorus, S. W. 2013. Analisis Keberlanjutan Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dalam Pengembangan Kawasan Minapolitan di Beberapa Desa Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Subyakto, S., D. Sutende, M. Afandi dan Sofiati. 2009. Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Semiintensif Dengan Metode Sirkulasi Tertutup Untuk Menghindari Serangan Virus. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(2): 121-127.
Wiranto, G. Dan Hemida, I. D. P. 2010. Pembuatan Sistem Monitoring Kualitas Airsecara Real Time dan Aplikasinya dalamPengelolaan Tambak Udang.Teknologi Indonesia. 33 (2): 107-113.
Yasin, M. 2013. Prospek Usaha Budidaya Udang Organik Secara Polikultur. Jurnal Ilmiah AgrIBA. 1: 86-99.

Zulkarnain, M. N. F. 2011.  Identifikasi Parasit yang Menyerang Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Dinas Kelautan Perikanan dan  Peternakan, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. PKL. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.